Grumpy Toast
Home Photos Gallery
<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/697647756848475995?origin\x3dhttp://alifanasilvana.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Minggu, 29 Desember 2013

♥ Bendera Dari Tempat Sampah

Malam, pukul sebelas, aku dan teman-temanku baru pulang dari stadion GBK. Kami baru saja menyaksikan pertandingan bola timnas Indonesia melawan negara tetangga. Di dalam mobil, kami masih sempat mengobrol dan membunyikan terompet berwarna merah putih. Danil, si pemilik mobil, menyetel lagu kencang-kencang. Cukup gaduh suasananya, kan?! Mungkin kami terlihat bersenang-senang, padahal kami hanya menutupi kekecewaan karena kalahnya timnas Indonesia.

"Eh, Dan! Stop, stop!" seru salah seorang temanku, Luki.
Danil pun mendadak menghentikan mobilnya, lalu bertanya pada Luki, "emang kenapa?"
"Tuh, liat! Ada tempat sampah di pinggir jalan. Gak sekalian aja nih, kita buang atribut-atribut yang tadi kita bawa ke GBK!" jawab Luki.
Serentak, semua penumpang mobil tertawa, "hahaha ... Bener, tuh!"
Andre pun turun dan menuju bagasi. Dikeluarkannya spanduk yang bertuliskan dukungan untuk timnas, huruf-huruf "Indonesia", beberapa petasan yang belum dinyalakan, bendera, kacamata warna-warni, syal dan masih banyak lagi.

"Eh, syal sama kacamata mau dibawa pulang gak?" tanya Andre.
"Udah buang aja! Lagian kan, masih banyak yang jual!" jawab Danil santai.
"Kalo bendera sama petasannya gimana?" tanya Andre lagi.
"Siapa sih, yang mau bawa pulang bendera sama petasan?" Danil membalikkan pertanyaan, dengan nada tinggi.

Andre diam saja. Dia segera membuang atribut-atribut itu ke tempat sampah di pinggir jalan.

"Eh, Bang! Jangan!" seseorang meneriaki Andre.

Kami langsung mengalihkan pandangan ke anak jalanan berbaju dekil. Dia-lah yang tadi berteriak. Anak itu setengah berlari menghampiri Andre, lalu merebut bendera dari tangan Andre. Aku, Danil dan Luki memperhatikan dari dalam mobil.

"Gembel! Kenapa lo, hah?" tanya Andre dengan nada menantang.
"Bang, jangan pernah buang bendera ini. Sedikit aja nih bendera nyentuh tempat sampah, sama aja Abang menjatuhkan Indonesia!" ujar si anak jalanan dengan berani.
Luki menurunkan setengah kaca mobil, lalu berteriak, "woy anak kecil! Jangan sok tau dan gak usah sok nasihatin, deh! Kita udah gede, udah SMA. Lo, SD aja paling gak lulus!"

Tawa meledak dari mulut kami. Tapi anak itu sepertinya tak gentar. Matanya masih mengkilat, marah, dan menatap kami tajam.

"Anak kecil," panggilku halus, namun dengan maksud mengejek. "Lo liat tuh, di sepanjang GBK, banyak sampah bendera. Lo kalo mau ambil ya ambil aja sana! Gak usah sok alim deh, di depan kita!" aku ikut mengejek.

"Ada-ada aja ya, bocah!" cibir Andre ketika memasuki mobil.
"Mungkin dia ngambil bendera untuk dijadikan selimut atau baju, hahaha ..." ledekku.

Kami berempat pun melanjutkan perjalanan pulang dengan tawa dan musik yang masih disetel keras-keras.

Sebulan sejak peristiwa itu, aku hampir saja melupakan si bocah gembel yang kami temui sepulang dari GBK. Hingga hari ini, tiba-tiba aku kembali teringat padanya. Gak lama kan, Indonesia akan merayakan kemerdekaan. Orang-orang di sekolah dan orang-orang di lingkungan RT kelihatan sibuk. Nah, makanya aku ingat kembali dengan si gembel itu.

"Eh, inget gak sama gembel pecinta bendera?" aku bertanya, membuka obrolan.
Saat itu, aku sedang ngumpul di kantin sekolah bareng teman-teman yang lain.
"Iya gue inget, yang kita temuin malem-malem, kan?!" Danil memastikan.
"He'eh," aku menjawab dengan anggukan.
"Hah? Gembel? Siapa?" tanya Debi penasaran.
"Lo gak ikut ke GBK, sih. Waktu pulang, kita kan mau ngebuang atribut-atribut yang kita bawa buat nonton bola, terus ada gembel yang tiba-tiba dateng, gak tau dari mana. Dia ngerebut bendera dari tangan gue, pake nasihatin kita segala, lagi," Andre menceritakan.
"Oooh ... Gitu doang?" tanya Derbi dengan tatapan mengejek.
"Iya, gitu doang! Emang lo maunya apa lagi?" celetuk Luki.
"Kira-kira tuh anak gimana, ya? Jangan-jangan dia ngambilin bendera terus dijual, lagi!" Danil asal menebak.

Kita berlima tertawa. Kalau sudah ngumpul begini, kita memang suka menertawakan apa saja. Bahkan di kelas pun kita juga sering menertawakan gaya pakaian guru, atau menguping anak cewe yang bergosip atau curhat, habis itu kita ledekin. Pokoknya kita berlima emang gokil dan full kidding. Sebenarnya cara kita ini gak pantes untuk mengisi kemerdekaan. Tapi ya ... mau gimana lagi? Kita susah buat ngilangin sifat ini.

Sore hari, sekitar jam lima, aku sedang mencuci motor sambil bersiul-siul pelan. Kemudian lewatlah penjual bendera yang berteriak-teriak nyaring. Biasalah, mau tujuh belasan.

"Ganggu aja, gue semprot juga, nih!" aku menggerutu sambil menyemprotkan selang ke jalanan.
"Heh! Liat-liat, dong! Bendera saya basah, nih!" protes si penjual bendera.

Rupanya masih kecil, sekitar kelas 5 SD. Aku tidak memedulikannya, lalu melanjutkan mencuci motor. Aku tidak sempat melihat wajah si anak kecil itu, tapi jadi terpikir untuk mengejeknya.

"Mana? Paling yang basah sedikit doang," ucapku santai tanpa mengalihkan pandangan dari motor.
"Walaupun sedikit, tapi ..." anak kecil itu memprotes, lalu aku menyela, "tuh kan, cuma sedikit. Ya udah sana jualan lagi! Kalo enggak pergi juga, gue semprot lagi, nih!"
"Woy! Woy! Bisanya ngancem doang!" tiba-tiba, teman-teman si anak penjual bendera datang bergerombol.

Aku pun menoleh dan baru kusadari kalau dari tadi aku bicara dengan gembel yang waktu itu aku temui. Ya. Aku sangat yakin, dia-lah si gembel yang waktu itu. Cukup jauh juga, dia berkeliling berjualan bendera.

"Lo lagi, lo lagi! Elo tuh emang suka nantangin, ya?" tanyaku sinis.
"Han, lo kenal orang itu?" tanya salah seorang temannya.
"Gue gak kenal, tapi gue pernah ketemu dia," jawab si gembel.
"Jangan-jangan bendera yang lo jual ini hasil dari tempat sampah, ya?" aku mengejek dan mengingat perkataan Danil di kantin tadi.
"Iya, tapi udah dicuci dan disetrika. Lagian, sebagian besar bendera yang kita jual ini masih baru. Baru dijahit."
"Hah? Anak gembel kayak kalian mana bisa jahit bendera?" aku menganggap remeh.
"Kita emang gembel, tapi kita bukan pengemis atau pengamen. Kita berusaha kerja dan kita masih bisa sekolah. Jadi, Abang jangan pernah remehin kita!" serunya tanpa takut.
"Asal Abang tau, di deket rumah kita itu ada ibu-ibu penjahit. Dan kalau mau tujuh belasan begini, dia biasanya menjahit bendera," ujar anak yang lain.
"Begini-begini, kita juga mengerti arti kemerdekaan, Bang! Silakan Abang mengisi kemerdekaan dengan cara Abang sendiri! Tapi kalau pun kita punya banyak uang, kita gak akan memilih foya-foya," seru si gembel tanpa berkurang semangatnya.

Aku hanya menghela napas dan mengangkat bahu, "iya iya iya, apa kata kalian, gue gak butuh ceramah kali, gue juga sekolah kok, tahun depan gue lulus SMA dan ilmu kalian tuh masih cetek," aku menghina lagi.
"Wah bagus tuh, nanti kalau abang sudah lulus, jadikan negara ini lebih maju, ya!" anak yang lain ikut-ikut menasihati.
Aku termenung beberapa saat. Betapa polosnya anak-anak ini.
"Ya udh, sana sana!" usirku sambil melambaikan tangan dengan masuk mengusir.

Tanpa banyak bicara, mereka pergi membawa gerobak bendera dan mendorongnya bersama-sama.
Aku masih diam memandangi mereka sampai tidak terlihat. Pikiranku tidak lagi terfokus pada motor yang sedang kucuci, aku memikirkan perkataan mereka yang sempat menunda aktifitasku sore ini.
-----------------------***--------------------

Malam ini, jam sebelas. Tidak akan terlupa ketika aku bersalaman dengan salah satu pemain sepak bola idolaku, anggota timnas Indonesia, Raihan Sholeh. Dia masih saja kurus, kulitnya lebih hitam, namun gerakannya gesit.

Ketika bersalaman, kupandangi
mata Raihan lekat-lekat, mata yg selalu mengkilat karena semangat dan keberanian.
Raihan mengerutkan kening ketika melihatku.

"Raihan, aku yang dulu pernah mengejekmu, sekarang jadi fans beratmu lho," ucapku sambil menyeringai.
Raihan hanya diam, memperdalam kerutan di kening. Sepertinya dia lupa.
"Aku sudah baca kisah hidupmu, dulu hanyalah gembel yang menjual bendera dari tmpat sampah. Masih ingatkah sama aku? Yang dulu pulang dari GBK, menyemprotmu ketika lewat di dpean rumahku, lalu kamu dan teman-temanmu menasihatiku. Ingat gak?" aku bertanya dengan antusias.

Raihan melotot, tapi dari ekspresinya, aq yakin dia mengingatku dan tampak senang.

"Hai, Bang! Kemana saja kau? Tahu-tahunya kita ketemu disini" kata Raihan ceria, seolah menyambut teman lama.
"Kau yang kemana saja? Bisa hebat begini, padahal aku yang sejak dulu menggilakan bola sekarang hanya menjadi karyawan swasta," ucapku.
"Yaaa, aku juga penggila bola, makanya aku bekerja supaya bisa masuk SSB. Aku latihan ketat, rajin belajar dan tentu saja tidak menyerah, dengan niat bisa mengharumkan nama Indonesia," ujarnya bangga, tanpa maksud sombong.
"Wah, rasa cintamu pada negara ini tidak berkurang, ya?!" kataku, kagum.
"Iya dong, aku kan tinggal di Indonesia," sahutnya.

Aku merangkul Raihan dan menepuk-nepuk punggungnya, lalu kami saling bergurau. Terlihat jelas perbedaan umur di antara kami, tapi kedewasaan dia juga tampak nyata dari ucapannya. Sejak awal kita bertemu, walau pertemuan singkat, dia sudah menunjukkan pikiran cemerlangnya.

Label:


0 Comment(s)

I AM GRUMPY TOAST.
03.03


♥ Owner



      Here I Am

      Facebook
      Twitter
      Tumblr
      Kidzworld
      Ask.fm
      Email


    • About Me

♥ My Notes



    Hiburan Agama Cerpen Pendidikan Puisi Dongeng Sahabat Kesehatan Internet Tips Pengalaman Detective Conan Harry Potter


    Archives

♥ Chat Box



    Tinggalkan pesan di sini, ya..!

♥ Thank you And Credit



  • Jasmne
  • Shabby Princess

    To
  • Owner Grumpy Toast
  • Makasih ya untuk skin yang keren dan simpel ini :D Maaf sebelumnya banyak kode yang aku ubah, soalnya ada yang gk sesuai menurut aku... Jadi ya, kodenya ada yang dihapus atau ditambahin XD Hehehe






    free hit counter